Copyright © Goresan Tinta Ela
Design by Dzignine
Sabtu, 18 Oktober 2014

My Teenlit



Pernah merasa bersalah pada sahabatmu sendiri?

Biasanya, apa yang membuatmu merasa 'bahwa' dalam diri yang kamu anggap baik, ternyata terdapat kejahatan yang mengerikan?

Apa yang membuatmu bersedih dengan kejahatan yang tidak kamu sadari?

Kemudian kamu marah pada sahabatmu atas semua tuduhan yang kamu fikir itu tak mampu untuk dinalar. Karena menurutmu, kamu tidak bersalah. Menuduh seseorang bersalah dengan alasan yang bahkan mampu dilogikapun terkadang memuakkan, begitukan?

Seharusnya kalian paham. Toh apa susahnya memahami bahwa manusia sulit mengakui kesalahan mereka? 

Apa sulitnya mengakui bahwa tidak jarang hati kalian berontak dan menolak tuduhan bersalah atas tindakan kalian. Meskipun, faktanya, kalian tidak mungkin mengelak dari semua bukti yang menyatakan bahwa ‘kalian bersalah’?

Begitulah manusia, selalu angkuh untuk tunduk pada kebenaran. Kebenaran tentang kesalahan yang mereka lakukan. Begitupun denganku, manusia yang mengaku salah atas kemenarikan yang seharusnya menjadi anugrah ini. Sombong, kan?

Namaku Bening. Aku adalah siswi SMP di salah satu daerah yang tidak bisa dikatakan terkenal, meski bagiku, tempat ini adalah surga ternyaman untuk menata masa depan dan mengemas masa lalu dalam bingkai pembelajaran. Sebut saja SMP itu dengan nama SPENDALUH.

Aku menarik, meski banyak gadis cantik di sekitarku. Aku mempesona, meski mulut dan tingkahku bukanlah sikap yang patut untuk dijadikan teladan bagi adik-adik kelasku. Mereka memanggilku ‘Ibu Ketua’ meski tidak sedikit yang kabur diam-diam kala aku mulai berbicara serius di depan kelas mereka. Sungguh, aku benci ditakuti. Namun, aku bahagia dengan rasa hormat mereka. Katakanlah, mereka adalah anak buah yang sopan dan pandai membuat ketua mereka ‘bungah’.

Kalian tahu, menarik tak selamanya baik untuk dibanggakan. Meski, pada kenyataannya, menarik sering kali berarti mudah memikat lawan jenis yang mengenalnya. Pada kehidupan Bening dewasa, tidak sedikit kawan sejenis yang tertarik pada sosok friendly’nya. Itu berarti, ramah serta mudah akrab dengan orang tidak selamanya membanggakan. Paham?

Senior tampan, posisi mentereng di sekolah, fans yang meraja lela, dan pernak-pernik ABG di alamnya anak remaja adalah masa terasik dalam hidup. Setidaknya, itulah yang ku rasakan sampai detik di mana aku duduk di bangku kelas tiga SPENDALUH tercinta. Memiliki sahabat cantik dan gaul, juga super baik adalah satu yang menjadikan beberapa teman wanita seangkatanku merasa iri padaku. 

Aku memanggilnya Anje’. Sudah aku bilang kan, aku mudah akrab. Anje’ adalah siswa pindahan dari sekolah lain, sosoknya sudah terkenal di sekolah kami sebelum dia menjadi anggota keluarga SPENDALUH. Siapa yang tidak mengenal anak cantik, tinggi dan gaul seperti dia? Mungkin, hanya aku yang tidak mengenal juga mengerti betapa terkenalnya gadis muda yang menjadi sahabatku ini. Sampai akhirnya aku paham, bahwa lelaki bukan hanya lemah akan nafsu, namun juga mata. Seharusnya, pepatah baru berkata “dari mata, turun ke nafsu dan berakhir di selangkangan”. Ah, maaf, bukan maksud ingin merusak pepatah yang indah itu. Maaf sekali.

Aku mengenal Anje' tidak lama setelah dia pindah ke sekolah ini, dan, kami pun menjadi sahabat. Dia baik, sangat baik. Saat hujan datang menyapa pagi tanpa permisi. Saat panik melanda hatiku yang kebat kebit memikirkan seragam, sepatu, kaos kaki juga tas dari langit ke berapa yang harus aku pinta. Anje' siap membawakan itu semua tanpa menampakan wajah ‘pamrih’ sama sekali. Urusan hati, sepertinya dia bukan tipikal sahabat yang memendam keberatan saat memang dia merasa tidak mampu untuk membantu. Dan, inilah yang sedikit mampu dibanggakan dari diriku. Aku berusaha agar semua sahabatku mau terbuka dan jujur. Berbagi kisah tanpa harus aku mengemis gosip terbaru dari kehidupan mereka. Meminta bantuan tanpa harus merasa ragu. Jujur alias berkata apa-adanya. Berkata iya, jika hati mereka siap untuk menopang sebagian bebanku. Berkata tidak, kala beban merekapun membutuhkan bahu yang lain untuk bersandar. Apapun yang mereka jawab, dengan hati yang Tuhan sisipkan padaku, aku berjuang untuk menerima jawaban mereka, seikhlas mungkin. Semoga aku adalah sebaik-baiknya ladang bagi mereka menanam rasa percaya. Tanpa sempat untuk menoreh luka dalam kepercayaan yang mereka letakkan pada sosok sahabatnya ini.

Dan, kalian tahu di mana asiknya dunia remaja?

Ya.

Di mana percintaan dan persahabatan menjadi satu langkah awal bagi kami untuk menjumpai pembelajaran lain yang jauh lebih rumit. 

Aku memiliki sahabat lain. Namanya, Mei. Sosok gadis yang patut untuk dijadikan tujuan bagi para lelaki untuk berjuang mendapatkan hatinya. Kulitnya yang putih, hidungnya yang jauh dari kata pesek, rambutnya yang panjang dan selalu indah dengan pernak-pernik yang menghiasinya. Senyumnya yang menambah apik wajah cantiknya. 

Lelaki mana yang tidak terpikat pada sosok siswa kelas favorit di SPENDALUH ini?

Sayangnya lelaki bodoh itu ada, namanya adalah Diki. 


Bisa bayangkan bagaimana menjadi aku yang memiliki dua sahabat dengan satu cinta?

Bisa bayangkan bagaimana jika salah satu sahabatmu menjauh dengan alasan adanya sakit dalam hatinya, ketika melihat kamu dan sahabatmu yang lain menyapa dirinya?

Anje’ memang tidak terlalu dekat dengan Mei. Meski, mereka tidak juga bermusuhan. Sayangnya, semenjak Diki mengungkapkan cintanya pada Anje' dan menjalin hubungan yang disebut pacaran. Semenjak itu pula Mei menjauh dariku. Mei bahkan sangat menjaga jarak dari aku di sekolah. Karena memang, di mana ada aku, di situ ada Anje. 

Suatu ketika, Mei memberikanku surat. Dalam surat itu, dia mengungkapkan bahwa dia merindukanku dan meminta maaf atas jarak kita yang merenggang. Dia juga bercerita tentang sosok lelaki yang kini mendampinginnya. Suatu hari sepulang sekolah, Mei mengenalkan pria itu padaku. Lebih tepatnya, pria brengsek itu.

Bisa bayangkan, betapa kamu merasa sangat bersalah, ketika lelaki yang sahabatmu harapkan mampu mengobati luka dalam hatinya, justru meninggalkan dia demi mengejar cintanya padamu?

Bisa bayangkan, betapa jahatnya kamu akan sisi menarik dalam dirimu, ketika kamu tak mampu menjadi bahu yang baik bagi sahabatmu, yang terluka oleh kebahagiaan sahabatmu yang lain? paham, kan?

Bukankah seharusnya cinta membahagiakan? 

Kenapa cinta di usia mudaku terlalu muak untuk ku ungkap menjadi susunan kata-kata yang menarik untuk dinikmati?

Cinta, apa guna dan tujuanmu sebenarnya?

Tuhan, jika boleh aku meminta. Buatlah cinta menjadi kekuatan bagiku untuk merekatkan kembali hubungan aku dan Mei. Buatlah cinta menjadi sesuatu yang mampu menyulap kecanggungan antara Anje’ dan Mei, menjadi tawa bahagia kala mereka bertemu.

Izinkan lah, Tuhan.

Mei menjauh, mungkin, membenciku.
Anje asik dengan pacarnya, Diki.
Lalu, aku?

Haruskah aku menerima sosok lelaki yang mencampakan sahabatku demi memuaskan kesendirianku?

Tapi, bagaimana caraku memperbaiki hubungan yang semakin rumit ini?




Bersambung...



Yogyakarta, 18 Oktober 2014
Ela Sri Handayaningsih.

0 komentar:

Posting Komentar