Semoga semua korban jiwa akibat
bencana alam yang menimpa Indonesia akhir-akhir ini, mendapatkan kedamaian
dalam tidur panjang mereka, diterima amal ibadahnya dan dimaafkan dosa-dosanya.
Kepada seluruh korban bencana alam
di Lombok, Sumbawa, Palu, Donggala, maupun daerah lain, semoga diberikan
ketabahan dan kekuatan untuk menghadapi semua ini.
Kepada
pemerintah, donatur dan semua relawan yang bergerak langsung membantu korban di lokasi bencana, kalian hebat! Semoga segala lelah kalian demi kemanusiaan dibalas dengan
hadiah-hadiah terbaik dari Tuhan.
Alam
sedang bergejolak, belum tuntas duka Indonesia atas apa yang terjadi di Lombok,
Sumbawa dan sekitarnya, sekarang Palu dan Donggala. Saya kira bukan hanya
masyarakat Indonesia, seluruh manusia yang menyaksikan tragedi dengan korban
tidak sedikit ini, pasti terluka hatinya. Melihat satu nyawa melayang saja,
rasanya sedih luar biasa, apalagi puluhan, ratusan, bahkan ribuan?
Indonesia
berduka, bahkan warga negara lain pun ikut mengirimkan doa dan mengucapkan
simpati mereka melalui status-status di media sosial. Tagar-tagar yang
menunjukkan simpati warga dunia menjadi trending topic di Twitter beberapa hari
ini, tanda bahwa banyak orang ikut berduka atas apa yang dialami masyarakat di lokasi bencana, tanda bahwa banyak orang peduli. Seharusnya begitu.
Sempat
saya membuka hashtag berupa doa bagi daerah yang terkena bencana dan
membaca beberapa postingan di sana, antara bahagia dan kesal bercampur menjadi
satu. Bagaimana mungkin tidak kesal? di saat banyak dari warga negara lain
mengirim doa dan bahkan bantuan, beberapa netizen Indonesia justru sibuk
menyalahkan orang lain, pemerintah bahkan presiden atas apa yang terjadi. Ada pula yang menyangkutpautkan
bencana dengan azab bahkan
pembangunan sebuah bangunan di sekitar pantai.
Tidakkah mereka tahu, bahkan jika seluruh manusia di muka Bumi ini beriman pun,
gunung berapi tetap berpeluang meletus? Tidakkah mereka tahu, bahkan jika
seluruh manusia di Bumi ini baik hati dan suka menolong pun, hujan meteor tetap
berpeluang terjadi?
Saya
hentikan rasa kesal tersebut, barangkali orang-orang yang memanfaatkan bencana
untuk menjelek-jelekkan presiden dan pemerintah atau golongan yang tidak mereka
sukai memang bertujuan untuk ditegur. Mencari perhatian demi kepentingan
politik semata, atau memancing perdebatan demi memuaskan kesombongan dalam diri
mereka. Saya tidak ingin ikut-ikutan memupuk kesombongan dalam diri mereka yang
sibuk merasa lebih baik dari orang lain, dan sering kali mengaku peduli tapi
berlagak layaknya Tuhan yang berhak menilai pahala serta dosa orang lain. Entah
apa yang ada dalam benak mereka.
Saya
kira apapun kepercayaannya, baik masyarakat yang pro maupun kontra dengan penguasa, saat sebuah negara mengalami bencana apalagi dengan korban yang tidak
sedikit, maka yang harus dilakukan adalah bersatu membantu korban bencana untuk
kembali bangkit. Jika bisa membantu materi, bantulah dengan materi. Jika bisa
membantu dengan jasa, jadilah relawan yang terjun langsung membantu korban di lokasi. Jika tidak bisa memberikan bantuan berupa materi dan jasa, setidaknya bisa memberikan doa bagi korban dan
dukungan bagi relawan juga pemerintah yang sedang berjuang memperbaiki situasi. Jangan malah nyinyir!
Saya
hidup di sebuah masa, di mana isi otak manusia sering kali bisa dilihat dari
apa yang dilakukan oleh jempolnya. Saya hidup di sebuah masa, di mana karakter
manusia sering kali bisa ditebak melalui kata-kata yang ditulis maupun
dibagikan oleh jari-jari manusia. Saya hidup di sebuah masa, di mana
orang-orang yang memiliki kepentingan menggunakan jempolnya untuk memengaruhi
otak-otak orang lain, tanpa harus bertatap muka terlebih dahulu.
Saya hidup di sebuah masa, di mana
jempol manusia serupa senjata yang lebih tajam dari pedang. Saya hidup di
sebuah masa, di mana hanya dengan jari-jari, manusia bisa memengaruhi jutaan
manusia lain untuk bertikai, saling baku hantam, bahkan menghilangkan nyawa
sesamanya. Saya hidup di sebuah masa, di mana api bisa didapatkan tanpa harus
menggesek-gesekkan dua batu terlebih dahulu, di mana jutaan manusia bisa kenyang
tanpa harus berburu terlebih dahulu, di mana pasangan yang LDR bisa bertukar kabar tanpa harus repot-repot mengirimkan surat melalui merpati.
Mudah? Tentu saja.
Harus semua manusia akui bahwa
selalu ada resiko dari setiap keputusan. Mirisnya, salah satu resiko dari
segala kemudahan yang manusia nikmati saat ini adalah semakin mudahnya
orang-orang licik dalam meluncurkan niat-niat jahat mereka.
Sekian dan semoga kita semua selalu
“eling lan waspada”.
Pituruh,
02 Oktober 2018
Gambar
by google