Copyright © Goresan Tinta Ela
Design by Dzignine
Kamis, 20 Februari 2014

Mari Bersyukur




Yogyakarta, 20 Februari 2014

Sebenarnya sudah agak lama aku gak “curhat” di blog, tapi komentar seseorang yang merahasiakan dirinya di postingan ‘Skripsi 1’ buatku ingin sedikit blak-blakan.

Aku terlalu terobsesi dengan tulisan-tulisan lucu, berharap pembaca dapat tersenyum bahkan tertawa saat membaca tulisanku. Yah, sayangnya bakatku jadi pelawak gak sebesar Raditya Dika. Kadang tulisanku garing, monoton dan membosankan. Niat baik menghiburpun kalah dengan kesombongan dalam diri ketika satu demi satu pujian berdatangan. Yah, beberapa dari mereka mencintai tulisan konyolku. Dan bodohnya, aku tenggelam dalam lautan pujian.

Saat kamu mulai jatuh, ingatlah mereka yang di atas berusaha lebih keras darimu untuk mendapatkan posisinya. Saat kesombongan mulai menyapamu, ingatlah di atas langit masih ada langit. Kamu hanyalah manusia yang tak tau kapan akan menemui ajal. Dan apa yang akan terjadi saat ajal mencengkerammu? Kesombonganmu tidak akan membantumu lolos dari kematian.

Sebenarnya, dari postingan-postingan terbaru yang alay, garing dan sedikit lucu itu pun. Ada kok nilai positif yang bisa pembaca ambil, yah, sekali lagi kita harus menyadari satu hal pasti.

Setiap manusia memiliki sifat, sikap dan karakter yang berbeda-beda. Setiap mereka yang hidup memiliki sisi positif dan sisi negatifnya masing-masing. Dan, setiap hamba Tuhan, bukan hanya harus ‘tau’ tentang semua itu, tapi harus memahaminya.

Ada pembaca yang lebih suka bacaan yang mengisahkan manisnya romantisme percintaan. Banyak pembaca yang mencintai tulisan lucu, kocak dan sedikit alay. Bahkan ada beberapa manusia yang mencintai postingan berbau “sex”. Dan tidak sedikit, bahkan bisa dibilang lebih dari banyak, manusia yang selalu mencari-cari tulisan berbau keagamaan. 

Jadi bagi kalian yang mencintai tulisanku terdahulu, maaf ya, aku terlalu sibuk mengurusi permintaan mereka yang haus hiburan. Maaf juga melupakan bahwa ada kalian, beberapa orang yang mencintai sisi lain dari diriku. Bukankah aku sama seperti kalian? Aku tidak sempurna dan penuh kekurangan. Jangan lelah untuk memberikan kritikan dan masukan untukku ya. 

***

Februari, 14 Februari 2014.
Hujan Abu, hadiah dari Sang Kelud.

Pagi itu, baru aku dan mamah yang terbangun. Hesti dan Bapak masih tertidur. Selepas adzan subuh berkumandang, hujan turun dan listrik padam. Yes. Tuhan Maha Baik, Dia memberikanku waktu berdua dengan perempuan paling ku cintai itu.

Mamah mendesah, beliau sedikit jengkel karena hari itu beliau tak akan bisa pergi ke pasar, apa lagi berkeliling desa menjual sayuran. Sayangnya, aku bahagia. Dua minggu di Jogja membuatku rindu berbagi cerita dengan bundaku itu.

“Mah, sudah hampir lima hari berturut-turut aku selalu mimpi buruk. Bukan mimpi hantu, hanya saja aku selalu gelisah dan takut setelah terbangun dari mimpi itu. Sering panas dalam dan beberapa kali demam. Aku takut. Bisakah hari ini aku terapi?”

Sungguh, agak berat mengatakannya. Aku takut membebani fikiran perempuan tangguh itu. 

“Hmm ya nanti, tapi jangan beli obat dulu ya.”

Aku bersyukur listrik padam, karena mamah tak akan melihat bagaimana kondisi mataku yang mulai basah saat itu. Maafkan aku mah, seharusnya aku tidak mengatakan itu. Seharusnya aku tau, keuangan rumah sedang sekarat-sekaratnya. Uang gedung Hesti, cicilan hutang, bahkan terpaksa meminta pinjaman untuk membayar semesteranku kemarin. Maafkan aku mah, aku menyesal.

“Kamu ingat nduk, bagaimana semua orang menggunjingkan keluarga kita dulu?”

“Hmmm…”

Tenggorokanku sakit.

“Kamu ingat saat, satu demi satu dari mereka meragukan kemampuanmu kan? Mereka bilang seringnya kamu sakit dan kejang sewaktu balita membuatmu bodoh, mereka bahkan yakin bahwa kamu tidak akan mampu kamu akan bertahan di bangku kuliah. Buktikan pada mereka bahwa otakmu masih normal, buktikan pada mereka nduk.”

Aku tak menjawab, menangis.

“Ingatkah satu kalimat yang terlontar dari mulut wanita itu saat mamah bilang kamu akan mewakilkan mamah dan papah ke pernikahan kang Supri? Hmm buat apa Ela ikut ke Jakarta, malu-maluin, semua tamu akan tau kalau Supri punya saudara gila.”

Semakin deras, air mata itu semakin deras. Tercekik, tenggorokanku sempurna tercekik.

“Padahal kamu sakit, dan mereka semua yang ada disana tau kamu sakit nduk. Tapi satu pun dari mereka tak ada yang mengiyakan kata-kata mamah, mereka bahkan tertawa. Sakit hati mamah nduk…”

Mamah terisak, saat itu aku tau, mamah merasakan sakit yang lebih perih dan parah dari pada aku, dihatinya ada luka yang akan berdarah bahkan dengan goresan yang sangat lembut sekalipun.

Tak pernah ku bayangkan bagaimana mamah menjawab semua pertanyaan tetangga-tetangga tentang kegilaanku dulu. Bagaimana mamah menjelaskan tentang penyumbatan syaraf itu, hah, mereka tak akan mengerti apa itu penyumbatan syaraf dan apa hubungannya dengan kesehatan psikologi. Mereka hanya tau orang yang menangis dan tertawa sambil memanggil-manggil nama ALLAH itu gila. 

Tak pernah terbayangkan bagaimana sakitnya hati mamah dan papah dengan predikat yang orang-orang berikan kepadaku. Perempuan gila. Orang tua mana yang ikhlas anaknya dibilang gila? Bahkan jikapun aku gila, mereka tak akan membiyarkan satu mulutpun menghinaku, aku yakin itu.

Memang hanya mamah, sahabat terbaik yang aku punya. Hanya mamah yang mati-matian membela harga diri anaknya. Hanya mamah yang mau mendengarkan semua keluh kesahku, dengan tulus dan ikhlas. Hanya mamah yang bisa menerimaku apa adanya. Hanya mamah teman yang tak akan menggunjingkan keburukanku bersama teman-temannya di belakangku. Hanya mamah yang mendekat dan memelukku erat saat aku terjatuh, mamah bukan teman yang akan meninggalkanku saat aku jatuh. Mamah bukan teman yang hanya ada saat aku diatas. 

Mah, jurusan kuliahku bukan kedokteran, bukan hubungan international, bukan komunikasi, bukan ekonomi atau hukum, bahkan jurusanku bisa dibilang belum diakui oleh negara. Temanku saja sering menyesal masuk jurusan itu, mereka sering mengeluh, sering kecewa pada pilihan mereka itu. Tapi bukankah terlambat bagiku untuk ikut-ikutan mengeluhkan jurusan seperti mereka? Tinggal satu tahap dan aku akan jadi sarjana…

Mah, aku tau, mamah dan papah menginginkanku bekerja dan mengabdi pada negara. Tapi, bahkan belum ada formasi PNS untuk jurusanku mah. Sering aku menjelaskan pada kalian, bahwa orang yang sukses bukan hanya mereka yang bekerja sebagai PNS. Orang yang sukses bukan hanya mereka yang mengandalkan uang negara. Yah, walaupun dalam hati aku takut mah, takut akan masa depanku sendiri.

Tapi aku selalu percaya mah, bahwa Tuhan punya rencana yang manis untuk masing-masing hambaNya. Tuhan punya semua jalan yang disediakan bagi hambaNya untuk menuju sukses. Tuhanlah sebaik-baiknya Dzat yang mampu membayar tangis manusia dengan jutaan tawa. Dia tidak tidur, mamah tau kan? Dia melihat dan mendengar doa mamah. Mamah sering bersedih karena tidak bisa membaca doa-doa secara lancarkan? Tuhan tidak hanya tau bahasa arab mah, Dia bisa mendengar semua doa manusia dari segala penjuru dunia. DIA MAHA SEMPURNA. 

Pagi itu, diakhiri dengan suara ketokan pintu seseorang yang membeli lilis. Dan berkata, bahwa diluar sedang hujan abu. Tuhan selalu mampu membuat kita bersyukur bukan???
Jangan pernah merasa bahwa masalah yang kita hadapi adalah masalah terberat. Jangan pernah merasa bahwa hidupmu paling menderita, bahwa hidupmu paling menyedihkan, bahwa hidupmu terlalu kejam. Lihatlah keluar, masih banyak manusia yang jauh lebih tidak beruntung dari dirimu. Mari bersyukur…

Ela Sri H