Copyright © Goresan Tinta Ela
Design by Dzignine
Sabtu, 09 Juni 2018

BAKSO SEMLENGET!


Hallo, apa kabar? Kalian sehat? Baguslah kalau begitu.

Maaf gak pernah kasih kabar, bukan karena gue gak peduli sama kalian, gue cuma mau kasih kalian waktu buat kangenin gue. Tapi kalau ternyata kalian tetep gak kangen gue, ya gak apa-apa sih. Gue udah biasa kok dibikin kecewa sama harapan sendiri.

Jujur nih, setelah sekian lama gak nulis, rasanya canggung mau bikin postingan baru di blog ini. Tapi syukur alhamdulillah di bulan yang suci ini, Tuhan kasih hidayah yang bikin gue berani mbacot di sini lagi, tak peduli masih ada yang mau membacanya atau pun tidak. 

Hmmmmm. Gue bohong. Gue masih berharap ada yang mau baca tulisan gue, segaring apapun itu.

 Sebelumnya, gue mau nanya, kalian semua yang baca postingan blog gue manusia tulen kan? Atau ada di antara kalian yang bukan manusia? Gue tanya beneran nih!

Berhubung tulisan gue kali ini agak kasar, gue takut akan ada pihak-pihak yang terluka hatinya. Jujur gak ada niat dari gue buat menyakiti pihak mana pun, tapi bidadari juga lumrah salah. Sebagai hamba Allah, gue sadar gak bisa selalu benar. Tapi, karena sebelum ini alam semeta tahu gue selalu benar, barangkali sekaranglah saatnya gue melakukan kesalahan. 

Kalian tahu nyamuk? Iya, dia hewan. 
Menurut kalian, hewan punya kemampuan membaca gak ya? Gue bener-bener takut kalau ternyata pembaca blog ini tidak semua manusia. Siapa tahu, ternyata tanpa manusia tahu, hewan pun mempelajari gaya hidup manusia termasuk belajar membaca tulisan manusia dan belajar bahasa yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Horor gak tuh? Gila dah! Gue belum siap mental untuk mati mengenaskan oleh serangan nyamuk yang mengamuk, karena mereka membaca postingan ini. Sumpah, gue berharap semua yang membaca tulisan ini adalah manusia. 

Jadi gini, beberapa menit yang lalu gue pergi ke warung bakso untuk minta sumbangan. Berhubung gue malu ngomongnya, gue urungkan niat gue buat minta sumbangan dan beralih beli bakso di sana. Tik tuk tik tuk tik tuk tik tuk tik tuk. Gak dink, gue emang mau beli bakso. Gue plesetin biar lucu, tapi ternyata garing. Hehehehehehe.

Selayaknya orang beli bakso, gue bilang ke Si Abang “Bang, bakso dua, gak pake micin, ganti kasih sayang” lalu gue dan adik gue duduk. Menanti bakso dan adzan maghrib.
 
Semua masih baik-baik saja. Waktu berjalan, gue masih baik-baik saja. Walau sesekali kelepasan kentut. Detik berganti, menit demi menit berlalu, adzan maghrib pun tiba dan bakso belum juga datang.
 
Semua masih terkendali, walau produksi air liur gue meningkat 75% setelah setengah lebih pengunjung mulai mengunyah bakso dan mie ayamnya, tapi pesanan gue belum juga datang. Itu bakso macam jodoh aja, ditungguin gak ngerti ditungguin. Bikin kesal saja!
Setelah kurang lebih 2500 detik, akhirnya seorang lelaki menyapa dengan senyum yang manis. Taraaa! Pesanan datang! 

Mungkin begini rasanya saat jodoh datang setelah kita lama menunggu, macam melihat Abang Bakso membawa semangkok bakso dan es teh saat waktu berbuka datang.

Sampai detik di mana gue nuangin kecap ke bakso, situasi masih terkendali. Pun di detik saat gue naroh gorengan ke bakso, semua masih baik-baik saja. Tapi, beberapa menit setelah sambal gue tuang ke mangkok. Serasa ditusuk dengan jarum suntik, tanpa dibius terlebih dahulu! Duar!

Macam orang kesurupan, gue angkat kaki sampai terdengar suara “GROK!”. Ya, lutut gue kepentok meja. Tak butuh waktu lama untuk serangan-serangan berikutnya datang. Gue menggelepak-gelepak di lantai dan berteriak, mata gue putih, gue kejang-kejang. Anjir!

Gak sampe segitunya juga sih, tapi sumpah demi kampret, tikus, dan precil yang sering dimakanin kucing gue. Rasanya macam kesetrum! Panas yang menyengat, bikin kaget dan bertubi-tubi. Gila!

Konyolnya lagi, melihat gue yang sibuk garuk-garuk macam monyet kutuan, adik gue makan dengan santai dan berkata “nyamuknya juga butuh darah buat buka puasa” pakyu! 

 Tapi anehnya, dari berpuluh-puluh orang yang makan di situ, cuma gue yang mengalami serangan dari nyamuk-nyamuk kerasukan setan itu. Gue berani sumpah, gue udah mandi!

Apa iya nyamuk juga puasa? Tapi, kenapa cuma gue yang digigitin? Apa mereka sengaja melakukan konspirasi jahat buat nglukai gue? Kalau mereka lapar karena puasa seharian, ngomong! Gue bagi bakso! Gak harus gini caranya kan?
 
Kalau gue ada salah sama mereka, gue minta maaf. Segala masalah ada jalan keluarnya kan? Kita bisa bicarakan baik-baik kan? Kenapa harus dengan cara melukai sih? Apa nyamuk-nyamuk itu sudah terpapar paham radikalisme? 

 Gak bisa dibiarin yang kaya gini ini! Cara kroyokan yang mereka lakukan ke gue itu jahat! Lebih jahat dari Rangga yang bertahun-tahun gak ngabarin Cinta! Lebih jahat dari iklan sirup yang disiarin siang-siangan di bulan ramadan! Lebih jahat dari dia yang ninggalin gue di saat gue lagi sayang-sayangnya!

Gue gak bisa nikmatin itu bakso. Rasa yang nempel di lidah, kalah menyengat dibandingkan sengatan nyamuk di kaki dan bagian tubuh gue yang lain. Ini serius, ini sengatan nyamuk terparah seumur hidup gue. Saking gedenya bengkak yang dihasilkan oleh gigitan nyamuk itu, orang rumah sampai terbahak melihat luka yang ditinggalkan oleh nyamuk-nyamuk radikal itu. Singkong rebus!

Sebagai penggila bakso, sore ini adalah pengalaman makan bakso terburuk dalam hidup gue. Bukan karena rasa dari bakso tersebut, boro-boro ngrasain, yang gue pikirin saat makan bakso itu adalah kapan habisnya, gue pingin pergi dari tempat itu se ce pat nya!
 
Gue gak tahu apa yang nyamuk-nyamuk itu rasakan saat melihat kulit gue. Mungkin sama seperti apa yang gue rasakan saat digratisin makan makanan enak sama temen, atau justru seperti dihadapkan dengan makanan rendah lemak yang level kenikmatan seperti makanan dengan kadar lemak tinggi. Gue benar-benar gak tahu!

Tapi satu hal yang pasti gue tahu, pesta makanan dan kebahagiaan yang mereka nikmati memunculkan dampak yang sangat tidak nyaman bagi hidup gue. Gue jadi penasaran, nyamuk-nyamuk ini di mana saat Tuhan bagi-bagi otak? Ckckckck, hidup tapi gak bisa mikir ya kaya mereka ini. Miskin empati!

Terimakasih sebab di antara banyak pilihan, kalian cuma mengigit gue, gue anggap itu sebagai pujian. Tapi jangan diulangi, atau gue laporin kalian ke polisi. Gue serius!

Saran buat kalian yang ingin bepergian di malam hari ke tempat yang berpeluang ada nyamuknya, pakailah pakaian tebal dan kaos kaki. Kalau perlu pakai hijab, cadar, jaket, atau apa pun yang bikin kulit kalian tertutup. Asal jangan pakai kain kafan dan dikasih jambul di kepala. Gak apa-apa sih, cuma gak kelihatan modis aja.
  
Begitulah kisah gue di ramadan kali ini, gak lucu dan banyak garingnya. Mungkin efek hati gue yang kering karena lama tidak disiram dengan kasih sayang dari lelaki pujaan.

Cukup sekian kisah tentang hidayah di bulan ramadan yang bikin gue tergerak pingin nulis di blog ini. Walau sama sekali tidak berfaedah, gue harap kalian tetap membaca sampai akhir biar gue gak sia-sia nulis cerita gak penting ini. Gue hanya bidadari yang tidak sempurna, jika postingan kali ini tidak lucu, semoga lain kali pun tidak lucu. Karena membuat lelucon itu berat, gue gak sanggup. Kecuali kalau lo mau menghabiskan sisa umur lo buat nemenin gue dalam tawa maupun lara. Hahahahahahahahaha.



 Sampai jumpa di lain waktu. Bye!




Foto: Google


Pituruh, 08 Juni 2018