Pernah
merasa bersalah pada sahabatmu sendiri?
Biasanya,
apa yang membuatmu merasa 'bahwa' dalam diri yang kamu anggap baik, ternyata
terdapat kejahatan yang mengerikan?
Apa
yang membuatmu bersedih dengan kejahatan yang tidak kamu sadari?
Kemudian
kamu marah pada sahabatmu atas semua tuduhan yang kamu fikir itu tak
mampu untuk dinalar. Karena menurutmu, kamu tidak bersalah. Menuduh
seseorang bersalah dengan alasan yang bahkan mampu dilogikapun terkadang
memuakkan, begitukan?
Seharusnya
kalian paham. Toh apa susahnya memahami bahwa manusia sulit mengakui kesalahan
mereka?
Apa
sulitnya mengakui bahwa tidak jarang hati kalian berontak dan menolak tuduhan
bersalah atas tindakan kalian. Meskipun, faktanya, kalian tidak mungkin mengelak
dari semua bukti yang menyatakan bahwa ‘kalian bersalah’?
Begitulah
manusia, selalu angkuh untuk tunduk pada kebenaran. Kebenaran tentang kesalahan
yang mereka lakukan. Begitupun denganku, manusia yang mengaku salah atas
kemenarikan yang seharusnya menjadi anugrah ini. Sombong, kan?
Namaku
Bening. Aku adalah siswi SMP di salah satu daerah yang tidak bisa dikatakan
terkenal, meski bagiku, tempat ini adalah surga ternyaman untuk menata masa
depan dan mengemas masa lalu dalam bingkai pembelajaran. Sebut saja SMP itu
dengan nama SPENDALUH.
Aku
menarik, meski banyak gadis cantik di sekitarku. Aku mempesona, meski mulut dan
tingkahku bukanlah sikap yang patut untuk dijadikan teladan bagi adik-adik kelasku.
Mereka memanggilku ‘Ibu Ketua’ meski tidak sedikit yang kabur diam-diam kala
aku mulai berbicara serius di depan kelas mereka. Sungguh, aku benci ditakuti. Namun, aku bahagia dengan rasa hormat mereka. Katakanlah, mereka adalah anak
buah yang sopan dan pandai membuat ketua mereka ‘bungah’.
Kalian
tahu, menarik tak selamanya baik untuk dibanggakan. Meski, pada kenyataannya,
menarik sering kali berarti mudah memikat lawan jenis yang mengenalnya. Pada
kehidupan Bening dewasa, tidak sedikit kawan sejenis yang tertarik pada sosok
friendly’nya. Itu berarti, ramah serta mudah akrab dengan orang tidak
selamanya membanggakan. Paham?
Senior
tampan, posisi mentereng di sekolah, fans yang meraja lela, dan pernak-pernik
ABG di alamnya anak remaja adalah masa terasik dalam hidup. Setidaknya, itulah
yang ku rasakan sampai detik di mana aku duduk di bangku kelas tiga SPENDALUH
tercinta. Memiliki sahabat cantik dan gaul, juga super baik adalah satu yang
menjadikan beberapa teman wanita seangkatanku merasa iri padaku.
Aku
memanggilnya Anje’. Sudah aku bilang kan, aku mudah akrab. Anje’ adalah siswa
pindahan dari sekolah lain, sosoknya sudah terkenal di sekolah kami sebelum dia
menjadi anggota keluarga SPENDALUH. Siapa yang tidak mengenal anak cantik,
tinggi dan gaul seperti dia? Mungkin, hanya aku yang tidak mengenal juga
mengerti betapa terkenalnya gadis muda yang menjadi sahabatku ini. Sampai
akhirnya aku paham, bahwa lelaki bukan hanya lemah akan nafsu, namun juga mata.
Seharusnya, pepatah baru berkata “dari mata, turun ke nafsu dan berakhir di
selangkangan”. Ah, maaf, bukan maksud ingin merusak pepatah yang indah itu.
Maaf sekali.
Aku
mengenal Anje' tidak lama setelah dia pindah ke sekolah ini, dan, kami pun
menjadi sahabat. Dia baik, sangat baik. Saat hujan datang menyapa pagi tanpa
permisi. Saat panik melanda hatiku yang kebat kebit memikirkan seragam, sepatu,
kaos kaki juga tas dari langit ke berapa yang harus aku pinta. Anje' siap
membawakan itu semua tanpa menampakan wajah ‘pamrih’ sama sekali. Urusan hati,
sepertinya dia bukan tipikal sahabat yang memendam keberatan saat memang dia
merasa tidak mampu untuk membantu. Dan, inilah yang sedikit mampu dibanggakan
dari diriku. Aku berusaha agar semua sahabatku mau terbuka dan jujur. Berbagi kisah
tanpa harus aku mengemis gosip terbaru dari kehidupan mereka. Meminta bantuan
tanpa harus merasa ragu. Jujur alias berkata apa-adanya. Berkata iya, jika hati
mereka siap untuk menopang sebagian bebanku. Berkata tidak, kala beban
merekapun membutuhkan bahu yang lain untuk bersandar. Apapun yang mereka jawab,
dengan hati yang Tuhan sisipkan padaku, aku berjuang untuk menerima jawaban
mereka, seikhlas mungkin. Semoga aku adalah sebaik-baiknya ladang bagi mereka
menanam rasa percaya. Tanpa sempat untuk menoreh luka dalam kepercayaan yang
mereka letakkan pada sosok sahabatnya ini.
Dan,
kalian tahu di mana asiknya dunia remaja?
Ya.
Di mana
percintaan dan persahabatan menjadi satu langkah awal bagi kami untuk menjumpai
pembelajaran lain yang jauh lebih rumit.
Aku
memiliki sahabat lain. Namanya, Mei. Sosok gadis yang patut untuk dijadikan
tujuan bagi para lelaki untuk berjuang mendapatkan hatinya. Kulitnya yang
putih, hidungnya yang jauh dari kata pesek, rambutnya yang panjang dan selalu
indah dengan pernak-pernik yang menghiasinya. Senyumnya yang menambah apik
wajah cantiknya.
Lelaki mana yang tidak terpikat pada sosok siswa kelas favorit
di SPENDALUH ini?
Bisa
bayangkan bagaimana menjadi aku yang memiliki dua sahabat dengan satu cinta?
Bisa
bayangkan bagaimana jika salah satu sahabatmu menjauh dengan alasan adanya
sakit dalam hatinya, ketika melihat kamu dan sahabatmu yang lain menyapa
dirinya?
Anje’
memang tidak terlalu dekat dengan Mei. Meski, mereka tidak juga bermusuhan.
Sayangnya, semenjak Diki mengungkapkan cintanya pada Anje' dan menjalin hubungan
yang disebut pacaran. Semenjak itu pula Mei menjauh dariku. Mei bahkan sangat
menjaga jarak dari aku di sekolah. Karena memang, di mana ada aku, di situ ada
Anje.
Suatu
ketika, Mei memberikanku surat. Dalam surat itu, dia mengungkapkan bahwa dia merindukanku dan meminta
maaf atas jarak kita yang merenggang. Dia juga bercerita tentang sosok lelaki
yang kini mendampinginnya. Suatu hari sepulang sekolah, Mei mengenalkan pria
itu padaku. Lebih tepatnya, pria brengsek itu.
Bisa
bayangkan, betapa kamu merasa sangat bersalah, ketika lelaki yang sahabatmu
harapkan mampu mengobati luka dalam hatinya, justru meninggalkan dia demi
mengejar cintanya padamu?
Bisa
bayangkan, betapa jahatnya kamu akan sisi menarik dalam dirimu, ketika kamu tak
mampu menjadi bahu yang baik bagi sahabatmu, yang terluka oleh kebahagiaan
sahabatmu yang lain? paham, kan?
Bukankah
seharusnya cinta membahagiakan?
Kenapa
cinta di usia mudaku terlalu muak untuk ku ungkap menjadi susunan kata-kata
yang menarik untuk dinikmati?
Cinta,
apa guna dan tujuanmu sebenarnya?
Tuhan,
jika boleh aku meminta. Buatlah cinta menjadi kekuatan bagiku untuk merekatkan
kembali hubungan aku dan Mei. Buatlah cinta menjadi sesuatu yang mampu menyulap
kecanggungan antara Anje’ dan Mei, menjadi tawa bahagia kala mereka bertemu.
Izinkan
lah, Tuhan.
Mei
menjauh, mungkin, membenciku.
Anje
asik dengan pacarnya, Diki.
Lalu,
aku?
Haruskah
aku menerima sosok lelaki yang mencampakan sahabatku demi memuaskan
kesendirianku?
Yogyakarta, 18 Oktober 2014
Ela Sri Handayaningsih.