Hujan.
Beberapa hari ini hujan kembali bernafsu pada Bumi,
barangkali doa cebong-cebong didengar Tuhan.
Hi. Sudah lama sekali ya, tepatnya setelah Tumblr diblokir, saya
tidak menulis curhatan galau lagi. Terakhir memosting adalah curhatan tentang
bakso, sengaja kembali menulis curhatan konyol, tapi ternyata saya sendiri
tidak tertawa membacanya. Saya harus akui bahwa saya tidak cukup berbakat dalam
membuat lelucon. Saya juga harus akui bahwa sisi romantis saya pas-pasan. Apalagi
pengetahuan saya tentang sejarah, politik, pengetahuan alam, dan sosial,
benar-benar sangat sedikit.
Saya terjatuh pada kondisi di mana saya yakin, saya tidak
cukup berbakat untuk menulis. Menyedihkan ya?
Hari ini, saya kembali
memberanikan diri untuk menulis. Sebuah curhatan seperti biasa, cerita-cerita
yang dulu sering saya posting di Tumblr. Hujan berhasil mengundang kenangan dan
mengingatkan bahwa saya tidak pernah menulis untuk menjadi komedian, menjadi
blogger ternama, menjadi jurnalis atau bahkan politisi. Itu kenapa saya pernah
sangat asik menulis di Tumblr, sebab saya menulis hanya karena saya ingin
berbagi cerita. Sisanya, terimakasih pada semua yang menyukai dan maaf apabila
ada yang kurang berkenan.
Saya akan awali curhat kali ini dengan, lagi-lagi, kisah
tentang saya dan status pengangguran saya ini. Jika pertanyaan “kapan lulus?” pada mahasiswa
tingkat akhir adalah keramat. Maka pertanyaan “sekarang di mana?” pun keramat
bagi pengangguran.
Desember 2017 adalah bulan keramat, saya memulai masa
menganggur yang sangat panjang ini di bulan tersebut. Selama lulus 2015 lalu,
saya tidak pernah betah nganggur sampai lebih dari tiga bulan. Hampir setiap
hari memiliki kegiatan, berdiam diri di rumah atau kosan terasa sangat sangat
sangat membosankan.
Tapi kali ini, hampir satu tahun saya menganggur. Betah?
Saya kira meski sering mengeluhkan tidak punya uang, nyatanya kali ini saya
betah menjadi pengangguran. Jika tidak betah, mungkin saya akan menjual leptop,
hasil menabung saya selama satu tahun lebih ini, untuk modal mencari kerja di
Kota. Nyatanya, saya menikmati waktu di mana Mamak pergi menjual sayur keliling
Kampung, Bapak bekerja, dan dapur menjadi milik saya seutuhnya. Menggunakan
alat-alat masak dan bahan-bahan seadanya, saya mencoba mengisi hari-hari saya
dengan hal menyenangkan di Dapur. Di temani kucing-kucing tersayang, saya menghabiskan
waktu menganggur dengan sangat menyenangkan. Tidak tahu diri ya? Hehehe.
Bagi kalian yang mengikuti tulisan saya di Tumblr dulu,
mungkin akan bertanya “apa tidak tertekan berada di rumah, menjadi pengidap
depresi sekaligus pengangguran, di usia yang pasti akan digunjingkan tetangga
sebab belum menikah?” jawabannya adalah “tentu saja saya tertekan”. Tapi jika
dibandingkan saat saya bekerja dulu, ternyata mendapatkan tekanan batin dari
keluarga lebih bisa saya maklumi dari pada mendapat tekanan batin dari orang
lain. Seperti apapun Bapak dan Mamak saya, seperti apapun Simbok saya, seperti
apapun saya saat mengeluhkan beberapa sikap mereka, saya menyayangi mereka dan
saya yakin mereka menyayangi saya melebihi kasih sayang teman-teman saya di
luar sana.
Saya pernah berada di titik terendah hidup saya, di mana
nyaris tidak ada satu pun teman yang mau mengerti dan memahami kondisi batin saya, banyak yang memilih cuek, menjauhi, bahkan mungkin menertawakan di belakang saya. Saat
itu keluarga adalah orang-orang yang mendekat, mencari tahu ada apa dengan
saya, dan mencari jalan keluar dari kemelut batin yang saya alami.
Keluarga adalah obat, tapi sepertinya terlalu banyak mengosumsi
obat juga tidak baik bagi masa depan kan? Hahaha.
Setelah Agustus kemarin sempat freelance di salah satu
perusahaan, bertemu rekan kerja yang seumuran, kembali mengalami hal-hal
menyenangkan di tempat kerja, menjadi pengangguran kembali terasa berat.
Pikiran saya kembali mengundang pertanyaan-pertanyaan yang membuat jiwa saya
terusik:
- Jika kamu terus menerus berada di rumah, bagaimana mau bertemu jodoh? Bagaimana mau mendapatkan penghasilan? Kamu pikir menjadi makhluk hidup dan bertambah umur, tak membuat kebutuhanmu pun ikut bertambah?
- Nah! Ngomongin umur, sudah berapa umurmu? Mau sampai kapan menganggur? Lihat! Teman-teman kamu sibuk bekerja dan mengisi waktu dengan hal positif, kamu? Menghabis-habiskan tabungan untuk membuat makanan yang tidak selalu seperti ekspektasimu!
- Ngomongin makanan, apa kamu tidak ingin memiliki penghasilan yang cukup agar bisa memasak lebih banyak macam masakan lagi? Lebih banyak alat memasak lagi? Gak pingin beli blender dan teflon?
dan pertanyaan-pertanyaan lain yang menggelisahkan. Membuat keinginan untuk bekerja kembali semakin kuat.
Sebenarnya, saya sudah menerima satu tawaran kerja dari
kenalan. Saya kira, dari sekian orang yang menawarkan pekerjaan, beliau adalah
orang yang paling mengerti kondisi batin dan watak saya. Saya juga sudah
menceritakan pengalaman buruk saya tentang tawaran pekerjaan dari kenalan di
medsos. Saya punya harapan, hal menyebalkan tidak kembali saya alami saat
menerima tawaran dari beliau. Waktu berjalan dan harapan terlanjur menguat, namun
kapastian tak kunjung datang.
Sayangnya kesabaran saya yang masih sebiji jagung, akhirnya
bersatu dengan kondisi di mana bosan nganggur semakin menjadi-jadi. Saya sempat menyesal
menerima tawaran dari beliau, tapi akhirnya saya memilih untuk
menjadikan semua itu pelajaran dan berlatih ikhlas. Saya pernah kehilangan
silaturahmi yang baik dengan seseorang karena pekerjaan, saya tidak ingin hal
serupa kembali terjadi.
Hujan mulai reda.
Saya tidak tahu kapan akan kembali bekerja, di mana, dan
sebagai apa. Sebagai seseorang yang bisa dikatakan tidak pernah betah dalam
bekerja, saya berharap setelah ini saya berhasil menghilangkan kesan buruk
tersebut dalam diri saya.
Menjadi lajang di usia yang bisa dikatakan siap untuk
menikah, seringkali terasa menyedihkan. Tetapi menjadi lajang sekaligus
pengangguran di tengah masyarakat yang lebih sering nyinyir dari pada
memberikan dukungan, merupakan beban hidup yang kadang terasa sangat
menyebalkan.
Meski semua yang kita alami harus kita syukuri, juga harus
kita yakini akan ada hikmah di baliknya, semoga kita semua lebih memilih untuk
memberi semangat kepada mereka yang sedang merasa sulit, dari pada menilai
buruk mereka yang sedang mengeluh.
Hujan reda, matahari kembali mengintip.
Sampai di sini dulu curhatan saya untuk hari ini. Semoga
saya dan kalian tidak pernah kehabisan semangat dan harapan.
Selamat berjuang, Barisan Para Pengangguran!
0 komentar:
Posting Komentar